Sebenarnya ada
pertanyaan dan sekaligus pernyataan bahwa apakah penduduk asli Jakarta adalah “Suku Betawi”?. Sayang, pertanyaan yang
sekaligus peryataan ini tidak serta merta terjawab, akan tetapi ada beberapa cerita
dan perdebatan kecil dikalangan sekelompok penduduk asli Betawi (Jakarta) mengatakan
bahwa lebih pantas menyebutnya sebagai “Masyarakat
Betawi”. Sebutan suku atau kaum Betawi, muncul ketika Mohammad Husni Thamrin mendirikan perkumpulan ”Kaum Betawi” pada
tahun 1918, meski pada waktu itu nama Betawi atau Batavia masih merupakan kota
atau wilayah. Sebutan “Suku” baru ada pada saat sensus penduduk pada tahun 1930.
Seperti pada penulisan sebelumnya bahwa kata Betawi sendiri dikarenakan
kesalahan penyebutan dari kata “Batavia”.
Selama
berabad-abad penduduk yang mendiami tanah Jakarta yang awalnya adalah sebuah
kota pelabuhan (Sunda Kelapa) ini adalah masyarakat Heterogen, terdiri dari pembauran beberapa etnis, ada etnis Sunda
(karena Sunda Kelapa adalah bagian dari kerajaan Pajajaran), Melayu, Tionghoa, Arab,
Portugis, Ingris, Belanda dan etnis lainnya (terbawa karena sistem perbudakan).
Hal ini juga masih bisa kita jumpai sekarang pada beberapa lokasi di dalam “batas
wilayah Batavia Lama” (Weltevreden).
Seperti yang tertulis dalam buku “Jaarboek van Batavia” (Vries, 1927),
disebutkan bahwa semula penduduk pribumi terdiri dari suku Sunda tetapi lama
kelamaan bercampur dengan suku-suku lain di Nusantara juga Eropa, Cina dan Arab.
Keturunan mereka disebut Inlanders, yang bekerja pada orang Eropa dan Cina
sebagai pembantu rumah tangga, supir, kusir, pembantu kantor atau opas. Banyak
yang merasa bangga kalau bekerja di pemerintahaan meski gajinya kecil. Lainnya
bekerja sebagai binatu, penjahit, pembuat sepatu dan sandal, tukang kayu, kusir
kereta sewaan, penjual buah dan kue atau berkeliling kota dengan “warung
dorongnya”.
Sekarang
karena perkembangan pembangunan, pergeseran budaya dan bertambahnya kaum urban
di kota Jakarta, mengakibatkan sebagian kelompok penduduk yang disebut “Masyarakat
Betawi” itu sudah banyak yang terpinggirkan, mereka tinggal berkelompok atau
komunitas di daerah-daerah tertentu, seperti masyarakat Betawi di daerah Kemang – Pejaten, Kebayoran, Slipi, Kemayoran,
Cawang dan tempat lain yang masih terlihat nuansa kehidupan masyarakat
Betawi. Dari beberapa masyarakat Betawi ini membentuk kelompok (organisasi sosial
kemasyarakatan) yang biasa disebut paguyuban seperti “Forum Betawi Rempug (FBR) ada juga Forum Komunikasi Anak Betawi (FORKABI)”, sungguh suatu anomali sosial di Jakarta, Namun begitu
masih terdapat sekelompok masyarakat Betawi yang masih tinggal di tengah-tengah
kota Jakarta yang modern seperti masyarakat Betawi Petojo dan Tanabang, mereka masih menjunjung nilai-nilai adat
istiadat sebagai masyarakat Betawi.
+ komentar + 5 komentar
Kalo ada Suku Betawi, berarti ada suku Surabaya, Suku Jogjakarta, Suku Medan...mikirlah pake otak sedikit ngapah? The indigenous people of what we call now as Jakarta, is Sundanese people. Lebih baik pake istilah Orang Jakarta bukan suku Betawi. Anggota FBR, FORKABI banyak yg bukan indigeous people of Jakarta, tapi cuma numpang lahir doang di Jakarta, anak-anak pendatang.
oya kok memang betawi itu bukan suku/etnis tapi campuran berbagai suku/etnis
Terlalu dini kalo disebut suku
bisa di sebut suku kalo punya kerajaan ..emang ada kerajaan betawi ?
dari bahasa juga ga memenuhi syarat sebagai suku. contoh saja suku batak dengan bahasa tersendirinya, jawa, sunda, dll yang khas dengan aneka bahasanya. jika betawi di jadikan suku, lantas posisi bahasa indonesia lahir dari suku betawi dong? kan ga mungkin
Posting Komentar